Selasa, 08 Desember 2009

persiapan ujian semester1/agama islam/pai.2009-2010/pag gunawan

persiapan ujian semester1/agama islam/2009-2010/pag gunawan
1. tuliskan 5 gejala alam yang menandai adanya ilmu !!
2 apa yang kamu ketahui tentang:
a. pahala d. malaikat
b. surga e. alam kubur
c. neraka
3. sebutkan gejala yang nyata tentang terjadinya kiamat !
4. sebutkan hukum ALLAH yang terdapat dalam AL-QURAN !
5. caruilah suatu dahlil yang menjelaskan bahwa AL-QURAN sebagai
a. kalam ALLAH
b ilmu ALLAH
6. carilah tafsiran atau penjelasan secara menyeluruh (bukan terjemahan al-quran) tentang surah at-tin



jawab :
1. Secara umum, filsafat dapat dirumuskan sebagai: upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan pengembaraan manusia di dunianya menuju akhirat secara mendasar. Jadi, memakai peristilahan Abad Pertengahan, manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat adalah objek material (apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan/materi). Sedangkan, objek formal filsafat (cara pendekatan pada suatu objek material yang sedemikian khas sehingga mencirikan, atau mengkhususkan bidang kegiatan bersangkutan, entah itu pengetahuan, agama ataupun kesenian dan sebagainya) adalah upaya mendalami dan mencapai the first causes, ataupun the last causes, atau sebab terdalam dari objek materialnya. Singkatnya, filsafat merupakan upaya dimana objek materialnya (manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat) dipelajari menurut the first causes. Berdasarkan rumusan ini, ada tiga kata kunci objek kajian filsafat: manusia, dunia, akhirat. Meskipun ketiga kajian ini dapat dibedakan sebagai satu bidang kajian khusus (manusia: filsafat manusia, dunia: filsafat alam, akhirat: filsafat ketuhanan), namun ketiganya tidak dapat dipisahkan.
Di dan Menuju
Selanjutnya, istilah di dan menuju menunjukkan dinamika keterarahan yang diharapkan terwujud dengan baik. Inilah bidang filsafat etika yang menyoroti tingkah laku manusia agar dapat hidup dan berperilaku dengan baik. Lalu, sorotan dan kajian atas manusia, alam, ketuhanan dan patokan-patokan etis itu harus terjadi dengan benar. Maksudnya, menurut kenyataan yang disadari dengan tepat. Inilah bidang kajian filsafat pengetahuan yang bertugas menyoroti gejala pengetahuan manusia berdasarkan sudut the first causes. Pokok bahasannya meliputi: apakah suatu pengetahuan itu benar, tetap, dan terpecaya, tidak berubah atau malah berubah-rubah terus, bergerak dan berkembang; dan jika berkembang, kemanakah arah perkembangannya.
Jadi, gejala pengetahuan merupakan objek material filsafat pengetahuan. Filsafat pengetahuan dapat dibagi: filsafat pengetahuan secara umum (mengkaji hal-hal umum di atas) dan filsafat ilmu pengetahuan (mengkaji gejala ilmu-ilmu pengetahuan sebagai bidang pengetahuan khas menurut the final causes). Ilmu pengetahuan sendiri dimengerti sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Gejala Pengetahuan
“Segala manusia ingin mengetahui” tutur Aristoteles dalam Metaphysica. Pengetahuan berlangsung dalam dua bentuk dasar. Pertama, Pengetahuan demi pengetahuan; mengetahui demi mengetahui an sich dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia. Kedua, pengetahuan untuk digunakan dan diterapkan, seperti untuk melindungi, mempermudah pekerjaan, meningkatkan kesehatan dll. Dalam dua bentuk dasarnya itu, pengetahuan mustahil dibedakan secara tegas si pengenal (subjek) dan yang dikenal (objek). Yang satu tidak tidak pernah ada tanpa yang lain. Keduanya merupakan kesatuan asasi. Kedua hal tersebut adalah dua unsur dari gejala yang sama.
Intensionalitas
Kutipan dari Aristoteles di atas menunjukkan ada keterarahan untuk mengetahui dan mengenal. Rasa ingin tahu dan mengenal itu berlangsung sepanjang hayat manusia. Karenanya, pengetahuan bersifat sementara dan terbuka sebab manusia terus-menerus melakukan pencarian kognitif. Tidak salah jika, salahsatu ciri khas pengetahuan adalah bertanya sambil mencari, yang merupakan sintesis tiada henti antara “sudah tahu” dan “belum tahu”. Keterarahan dan intensionalitas yang terus-menerus bertanya itu dalam suatu hubungan timbal-balik antara manusia dengan dunianya. Keduanya ingin mengenal dan ingin dikenal, saling mengenalkan diri, agar saling memperkaya dan memperkembangkannya.
Manusia adalah kesatuan jiwa raga dalam hubungan timbal balik dengan dunia dan sesamanya. Ada unsur jasmani yang membuat manusia sama dengan dunia di luar dirinya, dan ada unsur jiwa (jiwa/ soul, anima, psuche) yang membuat manusia mengatasi dunia di sekitar dirinya. Jiwa ini bersifat ruhani. Karenanya, kerap disebut jiwa-ruhani (spiritual soul, anima spiritualis). Faktor inilah yang memungkinkan transendensi pengetahuan manusia, dibandingkan dengan pengetahuan bukan manusia. Oleh sebab itu, semua tindakan manusia menampakkan kesatuan jiwa raga tersebut, termasuk tindak mengenal dan mengetahui.
Pengenalan manusia tampak pada pengetahuan indrawi, yang memiliki kemiripan dengan pengetahuan indrawi hewan juga. Pengalaman dan pengenalan manusia bersifat konkret, terikat pada tempat dan waktu tertentu (hic et nunc). Namun, berkat ingatan dan perbandingannya manusia mampu melepaskan “sang kini dan di sini” pengalamannya, yakni menarik (to abstract, abstrahere) sesuatu yang umum dari pengetahuan konkret yang mendahuluinya. Itulah abstraksi yang menghasilkan pengetahuan abstrak. Yang “kini dan di sini” disebut partikular, dan yang “umum” diberi nama universal (berlaku umum). Jadi, pengetahuan manusia sebagai kesatuan jiwa-raga terjadi dalam bentuk abstraksi, pengetahuan manusia—sebagai gejala yang menyeluruh—bersifat abstrak.
Bahasa: Sosialitas dan Historisitas Pengetahuan
Pengenalan dan pengetahuan umum itu menjelma dalam bahasa yang serentak bersifat jasmani dan rohani. Yang konkret dengan yang abstrak, yang partikular dengan yang universal, bersatu-padu dalam bahasa. Pengetahuan manusia termanisfestasi dalam gejala bahasa. Bahasa tertuju ke dunia sekitar, ditangkap oleh dunia: dunia manusia, sesama manusia. Karenanya, bahasa merupakan tempat terjadinya pengetahuan yang menunjukkan sosialitas sebagai salah satu unsur khas tindakan pengetahuan. Historisitas pun ditunjukkan karena gejala bahasa diwarnai oleh sejarah. Singkatnya, pengetahuan manusia memiliki ciri sosial dan historis, yang terjadi dalam tradisi. Pengetahuan manusia meneruskan serta memperbaharui dirinya tanpa bisa lepas dari masa lampaunya.
Gejala Ilmu Pengetahuan
“Gejala kesadaran akan pengetahuan” terdapat pada tindakan pengetahuan secara tersirat, yang jika ditersuratkan, maka terjadi refleksi. Berkat refleksi, pengetahuan yang semula langsung dan spontan, kehilangan kelangsungan dan spontanitasnya, namun serentak pengetahuan itu cocok untuk diatur secara sistematis sehingga isinya bisa dipertanggungjawabkan.
Pada dasarnya, pembentukan ilmu pengetahuan didasarkan pada pengetahuan yang sudah ada, yang dikumpulkan lalu diatur dan disusun. Proses ini menjadi jelas dalam upaya setiap ilmu untuk menyusun sebuah model. Model yang dimaksud adalah penghadiran kembali yang padat dan ringkas dari apa yang sudah dikumpulkan dalam pengetahuan umum maupun ilmiah.
Ada dua model. Pertama, manusia semakin mau mendekati apa yang merupakan objek pengetahuan ilmiah ataupun mau menarik objek itu padanya. Agar berhasil, ilmuwan membuat model lahir dan nyata. Model itu sangat memperkecil ukuran kenyataan tertentu, dan kerap kali memperbesar ukuran kenyataan tertentu lain, yang adanya diandaikan. Yang diharapkan adalah suatu pengertian berdasarkan pemandangan model yang berbentuk gambar. Penyederhanaan ini merupakan suatu abtraksi, tetapi objek yang dipelajari itu tampak semakin masuk akal. Model ini mewakili kelompok ilmu empiris (empirical: meraba-raba) atau aposteriori (post: “sesudah”, karena semua ungkapan ilmu-ilmu tersebut baru terjadi sesudah pengamatan) yang mementingkan pengamatan dan penelitian. Hasil pengamatan dirangkum dalam model. Model ini dapat dilacak akarnya pada pemikiran Aristoteles
Kedua, Manusia semakin mau mengerti apa yang merupakan objek pengetahuan ilmiah, seolah-olah hendak memasuki susunan objek yang sedang dipelajari itu sedalam-dalamnya. Diharapkan akan didapat pengertian “dari dalam”. Pengertian “dari dalam” itu biasanya terjadi dalam ilmu-ilmu yang suka memakai rumus-rumus matematis sebagai modelnya. Model itu disebut model abstrak. Model ini mewakili kelompok ilmu yang seakan-akan ingin segera menagkap susunan keniscayaan (structure of necessity) yang mendasari segala kenyataan secara apriori (prius: “sebelum”, karena ilmu-ilmu ini ingin menentukan apa yang mendahului adanya segala kenyataan). Akar pemikiran model ini adalah Plato.


2. pahala : balasan yang diterima seseorang jika dia melakukan kebaikkan
surga : lokasi berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidupnya berbuat kebajikan sesuai agama
neraka : tempat kesengsaraan abadi setelah mati
malaikat : makhluk yang memiliki kekuatan-kekuatan yang patuh pada ketentuan dan perintah ALLAH
alam kubur : imana manusia melakukan penantian untuk dibangkitkan pada hari kiamat


3.1. munculnya dajjal
2. munculnya imam mahdi
3. turun nya nabi isa a.s kebumi
4. munculnya ya'juj dan ma' juj



4. 1. jinayat : peraturan yang berhubungan dengan tindakan kriminal
2. mumalat/ mu'amalat : hukum yang berisi peraturan perdataan
3. munakahat : peraturan yang mengatur masalah pernikahan
4. jihad : segala bentuk peraturan yang mengenai peperangan
5. faraidh : peraturan yang mengatur tentang harta pustaka



5. A. ibn abbas mentafsiri QS Az-Zumar/ 28 maknanya bukan makhlu.
B. Hadis riwayat abi darda bahwasnnya rasulullah bersabda yang artinya "AL-Qur'an adalah kalam ALLAH bukanlah makhluk"
riwayat baihaqi dari anas bin malik yang artinya "AL-QUR'AN adalah kalam ALLAH, dan kalam ALLAH bukanlah makhluk. Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang_-orang (yahudi dan nasrani) yang diberi Al kitab (taurat dan injil) semuah ayat (keterangan), maka mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagiaan kiblat yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -kalau begitu- termaksud golongan orang-orang zalim." (QS.Al-baqoroh: 145).



6. Malik dan Shu `bah meriwayatkan dari` Adi bin Tsabit, yang diriwayatkan bahwa Al-Bara 'bin `Azib ra berkata," Nabi digunakan untuk membaca dalam salah satu Rak `AHS saat bepergian` At-Tin waz-Zaytun' (Surat At -Tin), dan aku tidak pernah mendengar seseorang dengan suara yang lebih bagus atau hafalan daripada dia.''Grup telah mencatat hadis ini dalam buku mereka.
[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ ] [بسم الله الرحمن الرحيم]
In the Name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful. Dalam Nama Allah, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
[وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ - وَطُورِ سِينِينَ - وَهَـذَا الْبَلَدِ الاٌّمِينِ - لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَـنَ فِى أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ - ثُمَّ رَدَدْنَـهُ أَسْفَلَ سَـفِلِينَ - إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّـلِحَـتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ - فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ - أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَـكِمِينَ ] [والتين والزيتون - وطور سينين - وهذا البلد الامين - لقد خلقنا الإنسن فى أحسن تقويم - ثم رددنه أسفل سفلين - إلا الذين ءامنوا وعملوا الصلحت فلهم أجر غير ممنون - فما يكذبك بعد بالدين - أليس الله بأحكم الحكمين]
(1. By At-Tin and Az-Zaytun.) (2. By Tur Sinin.) (3. By this city of security.) (4. Verily, We created man in the best form.) (5. Then We reduced him to the lowest of the low.) (6. Save those who believe and do righteous deeds. Then they shall have a reward without end.) (7. Then what causes you to deny after this the Recompense) (8. Is not Allah the best of judges) (1. Oleh At-Tin dan Az-Zaytun.) (2. Oleh Tur Sinin.) (3. Dengan keamanan kota ini.) (4. Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.) (5. Kemudian Kami dikurangi dia ke terendah yang rendah.) (6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Kemudian mereka akan mendapat pahala tanpa akhir.) (7. Lalu apa yang menyebabkan Anda menolak setelah ini pembalasan) (8. Apakah Bukankah Allah hakim yang terbaik)
The Recitation of Surat At-Tin in the Prayer while traveling The Recitation of Surat At-Tin dalam salat saat bepergian
Malik and Shu`bah narrated from `Adi bin Thabit, who narrated that Al-Bara' bin `Azib said, "The Prophet used to recite in one of his Rak`ahs while traveling `At-Tin waz-Zaytun' (Surat At-Tin), and I have never heard anyone with a nicer voice or recitation than him.'' The Group has recorded this Hadith in their books. Malik dan Shu `bah meriwayatkan dari` Adi bin Tsabit, yang diriwayatkan bahwa Al-Bara 'bin `Azib ra berkata," Nabi digunakan untuk membaca dalam salah satu Rak `AHS saat bepergian` At-Tin waz-Zaytun' (Surat At -Tin),

1 komentar: